BLANTERWISDOM101

ARISAN KARYA Ep.6: [Artikel] Awas Terjebak dalam Toxic Productivity

Jumat, 29 Maret 2024
Artikel produktivitas

Udah pernah dengar istilah "toxic productivity" belum? Di dunia yang serba cepat dan kompetitif saat ini, istilah "produktivitas" seringkali dianggap sebagai kunci kesuksesan.

Dari memaksimalkan waktu kerja hingga mencapai tujuan-tujuan pribadi, tekanan untuk menjadi lebih produktif bisa menjadi pendorong yang kuat. Namun, dalam perburuan tanpa henti ini, ada sebuah bahaya yang mungkin terlewatkan: toxic produktivitas.

Terdengar paradoks, bukan? Bagaimana mungkin produktivitas bisa menjadi racun? Namun, ketika kebutuhan akan produktivitas melebihi batas kesehatan mental dan fisik, inilah saatnya racun tersebut mulai merasuk ke dalam hidup kita.

1. Menjadi Korban Budaya Kecelakaan

Salah satu faktor utama yang memperkuat racun produktivitas toksik adalah budaya yang mendorong kelelahan sebagai tanda kesuksesan. Masyarakat modern cenderung memuja mereka yang bisa bekerja tanpa henti, yang bisa mengesampingkan kebutuhan pribadi mereka demi mencapai lebih banyak lagi. 

Terjebak dalam budaya ini, kita mungkin menemukan diri kita terus-menerus mengejar kebutuhan untuk lebih produktif, tanpa mempedulikan dampaknya terhadap kesehatan kita.

2. Not Balance

Racun produktivitas toksik juga menghancurkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. 

Ketika fokus kita hanya pada produktivitas di tempat kerja, kita mungkin mengorbankan waktu bersama keluarga, teman, atau bahkan diri sendiri. Ini bisa menyebabkan stres, kelelahan, dan bahkan masalah kesehatan jangka panjang.

3. Perbandingan yang Merusak Diri

Di era media sosial yang terus berkembang, perbandingan dengan orang lain bisa menjadi racun tambahan dalam perburuan produktivitas. 

Melihat pencapaian orang lain di media sosial dapat membuat kita merasa tidak cukup produktif atau sukses, meskipun kita sudah bekerja sekeras mungkin. Ini bisa memicu rasa rendah diri dan kecemasan yang tidak perlu.




TIPS BUAT KAMU YANG SI PALING PRODUKTIF!

Meskipun terjebak dalam siklus produktivitas toksik bisa terasa menghanyutkan, ada langkah-langkah yang bisa kita ambil untuk melawan racun tersebut. 

Pertama-tama, kita perlu memprioritaskan kesehatan dan keseimbangan dalam hidup kita. Mengatur batas waktu kerja yang jelas, mengambil istirahat yang cukup, dan merayakan pencapaian kecil bisa membantu mengurangi tekanan yang tidak perlu.

Selain itu, penting untuk mengubah pandangan kita tentang produktivitas. Alih-alih hanya fokus pada kuantitas, kita perlu memperhatikan kualitas dari apa yang kita capai. 

Menghabiskan waktu dengan efisien dan efektif adalah kunci untuk mencapai kesuksesan yang berkelanjutan. Menemukan dukungan sosial juga penting dalam melawan racun produktivitas toksik. 

Berbicara dengan teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental bisa membantu kita mendapatkan perspektif baru dan strategi untuk mengatasi tekanan yang kita rasakan.

Terakhir, penting untuk mengingat bahwa kebahagiaan dan kesuksesan sejati tidak selalu diukur oleh tingkat produktivitas kita. 

Mengambil waktu untuk mengeksplorasi minat, hobi, dan hubungan yang bermakna adalah bagian penting dari menjalani kehidupan yang memuaskan.

Perlu kita ketahui, kita bukanlah mesin yang mampu terus bekerja. Kesehatan mental dan keseimbangan hidup adalah kunci untuk kebahagiaan yang sejati. 

Dengan menyadari bahaya racun produktivitas toksik dan mengambil langkah-langkah untuk melawannya, kita dapat membangun kehidupan yang lebih seimbang, berarti, dan menyenangkan :)


Tentang Penulis:


T. Nava Afrilia, akrab di sapa dengan panggilan "Nava" lahir di Kota Binjai, 29 April 2002. Nava merupakan mahasiswi akhir sastra Indonesia, Universitas Negeri Medan. Sangat menyenangi dunia pengembangan diri! Oiya, Nava hanya bergumul di organisasi FLP Medan dan HMI. Mau kenal lebih dekat? Boleh banget! Sapa Nava di ig @afrilia92 #salam pujangga
Share This :
FLP Medan

Salam kenal, ini adalah website resmi FLP Medan, sebuah organisasi kepenulisan terbesar yang berasaskan keislaman, kepenulisan, dan keorganisasian.

0 comments