Menulis itu menjadi kebiasaan wajib baginya. Berawal dari keharusannya
sebagai mahasiswa Sastra Indonesia, kebiasaan itu kini menjadi sebuah hobi.
Meski sudah menamatkan pendidikan S1 Sastra Indonesia di Universitas Medan, kini
ia ingin tetap mengasah diri lewat tulisan.
Ialah
Muhammad Ikhsan Ritonga. Tulisan dari pria kelahiran 30 Juli ini sudah malang
melintang di berbagai media. Mulai dari puisi, cerpen, resensi dan opini pernah
terbit di media cetak dan online seperti Analisa, Waspada, Medan Bisnis,
simbala.com dan apajake.com. Ia juga aktif di komunitas penulis, Forum Lingkar
Pena Medan, dan telah menjuarai berbagai lomba. Diantaranya yaitu, terbaik 3
Penulisan Puisi ORMAWA FBS (2018) ,
terbaik 3 Lomba Cipta Cerpen SSB Basastrasia Unimed (2019), terbaik 3 Lomba
Cipta Cerpen Al-Ilmu USU (2019), presentasi terbaik LKMMN (Latihan Kepemimpinan
Manajemen Mahasiswa Nasional) Polsri
(2019), terbaik 1 Cipta Cerpen Rumput Sastra Hijau Binjai (2020). Ia juga
memiliki beberapa buku solo dan antologi yaitu, Kumpulan Puisi “Sajak yang
Bermula (Al-Qalam Media, 2017), kumpulan puisi Setapak Jalan (Guepedia, 2018), Antologi
Cerpen Lantai Dua (Balai Bahasa, 2019), Antologi
Cerpen Merantau “Setiap Pergi, Sejarang Pulang ” (Prokreatif Media, 2019),
Antologi Cerpen Perempuan di Tepi Danau (Gerhana Publising, 2019) dan Memoar
Sobat Ambyar (Diomedia, 2019).
Pria
kelahiran Rocintan, Tapanuli Selatan ini sudah mulai menulis sejak duduk di
bangku Aliyah. Tulisan perdananya yang terbit di media massa yaitu puisi
Pahlawan Masa Kini di Harian Waspada. Selain pintar memainkan diksi dalam
puisi, tulisan cerpen pria yang juga piawai memainkan gitar ini sangat khas
sekali. Tulisannya begitu kental dengan
kearifan lokal daerah tertentu. Untuk bisa menghasilkan tulisan yang baik, pria
penyuka mie aceh ini juga rajin membaca cerpen di berbagai media. Lalu bagaimana
putra sulung dari Amru Ritonga dan Netti Batubara ini menggali ide untuk
tulisannya? “Ide di dapat dari bahan bacaan, pengalaman kadang juga curhatan
kawan-kawan, hehe.” Jelas pria penggemar
Kang Abik ini.
Sebagai
penulis, tentu memiliki momen terkesan saat meracik sebuah tulisan, sama halnya
dengan pria ramah ini. “Momen berkesan itu, saat nulis dari kisah sendiri,
dengan nama tokoh yang di fiksikan. Rasanya lega sekali, luas semua isi hati,”
papar penyuka novel Bidadari Bermata Bening.
Ikhsan
yang kini aktif sebagai perangkat desa di Rocintan dan Pengurus Perpustakaan
Al-Hidayah Rocintan, masih memiliki mimpi untuk bisa membangun desa lewat
tulisan. “Tulisan yang saya buat bisa berguna untuk masyarakat, terlebih lagi
mengajak teman-teman disini untuk menulis dan berliterasi,” papar pria yang
senang memasak mie ini. Ia pun kini sedang membuat kelas puisi di perpustakaan
Al-Hidayah. Ikhsan yang memang dikenal
sangat humble dan senang diajak sharing tulisan, patut menjadi contoh untuk kalangan
pemuda kini. Ia menghabiskan waktunya
untuk hal-hal yang bermanfaat dan memililki mimpi untuk membangun desa lewat
literasi. Semoga ada banyak pemuda produktif dan berdaya guna bagi masyarakat
sekitar.
Excellent
BalasHapus