Suara – Suara Malam
Nurhakiki Sonia
Semilir angin
duhai sendunya.
Ia berbisik
bahwa ada yang sedang berduka di belahan bumi sana.
Siapa kan
memberitahu dimana ayah dan ibundanya berada ?
Saudara –
saudara yang membisu ditimbun tanah dan puing – puing amukan bencana.
Adakah disana
yang bisa mengembalikan keluargaku ?, begitu hatinya bertanya.
Ia menangis
tergugu bertiak dalam hati, bersama pekikan angin malam.
Segerombolan
puisi yang pernah ditulisnya telah usang dimakan cerita – cerita malam.
Semalam hanyalah
sekedip mata, kini menyaksi rumahnya runtuh dan hanyut bersama amukan air laut.
Kini ia sendiri
bersama duka dan luka yang menganga.
Rumah Binaan, Oktober 2018
Sedang Sendiri
Nurhakiki Sonia
Kutemukan titik
jenuh bersama nyanyianku yang sepi.
Tiada alunan
merdu yang mendampingi, hanya sendu yang melumuri tiap – tiap lirik lagu.
Aku telah
tumbang bersama masaku yang lalu, selarik kisah itu telah digilas oleh waktu.
Tak pernah
kembali dan kian semakin jauh dari waktu yang telah lalu.
Aku kelam bersama
waktu, ditinggalkan seonggok rindu yang kini membuatku bisu dan membatu.
Rumah Binaan, Oktober 2018
Kesyahduan Yang Membayang
Nurhakiki Sonia
Lembut mendayu
bersama indahnya paras malam, dan malam tanpa gemintang atau cahaya rembulan.
Masih tetap
indah bersama dedaunan yang terbang dihembus angin malam.
Kakiku dan
kakimu masih berjalan, tiada memedulikan keletihan masih terjaga bersama
keelokan sang malam.
Mungkin sekedar
meringankan beban, membiyarkan semua kesibukan seakan melayang walau dalam
kesyahduan yang membayang.
Rumah Binaan, Oktober 2018
0 comments