Elegi Matinya Generasi
Oleh : @fitrahnasution
Menangislah Bung Syahrir.
Namanya buram ditikam zaman.
Menangislah Bung Hatta.
Harapannya lesap diisap abad.
Menangislah Bung Karno.
Mimpinya lelap dilucut masa.
Oh, Chairil Anwar.
Puisimu terbunuh di tangan generasi : tiada kenang tentang
'Kerawang - Bekasi'.
Oh, Amir Hamzah.
Sejarahmu lenyap di mesin teknologi.
Kau hanya dikenang tentang 'Padamu Jua - Segala cintaku
hilang terbang', bukan tentang seorang 'Pangeran Indera Poetera'.
Menangislah Bung Tomo.
Pidatonya lantang di museum-museum saja, tak sampai di hati
generasi bangsa.
Menangislah Jenderal Sudirman.
Kisahnya hanya sebatas nama jalan kota saja.
Menangislah pemuda-pemuda gugur bunga di dalam kubur.
Menangislah, menangislah.
Bersebab doa bagi mereka setekat di upacara-upacara
seremonial saja.
Konon pula mewariskan kokohnya tekad dan gemuruhnya harga
perjuangan.
Ah, matilah sudah mimpi mereka di langit negeri bangsa ini.
Berakhir pada senandung 'gugur bungaku
di taman bakti', dan sebuah redaksi : untuk mengenang jasa para pahlawan yang
telah mendahului kita.
Aku di Rumah Saja
_@fitrahnasution_
Aku di rumah saja,
Sedang kau di luar.
Menantang hari yang semakin terik
Aku di rumah saja,
Sedang kau bekerja.
Mengais kebaikan semesta demi hidup anak istri
Aku di rumah saja,
Sedang kau berjuang.
Menghadapi maut, sejengkal nadi, melawan pandemi
Aku di rumah saja,
Sedang kau di garda terdepan.
Mengumpulkan keberanian, memetik tekad, memungut puing-puing
harapan
Ah, aku di rumah saja,
Meski diam mengulum kata, meski termangu memangku rindu,
meski mataku nanar menatap layar gawaiku : menikmati wajahmu yang tak kunjung
dalam dekapku.
Aku di rumah saja, sambil merangkai doa : aku, kau, dan
mereka tersenyum bersama semesta.
(Asahan, dengan penuh cinta)
Tentang Penulis Fitrah Nasution merupakan Pimpinan Redaksi Ruang Karya, Sekum FLP Wilayah Sumut.
0 comments