Ilustrasi
Daulay
memasuki rumah dengan keringat dingin mengucur di tubuhnya. Sebenarnya sangat
wajar jika ia berpeluh keringat, sebab ia baru kembali dari ladangnya. Namun
menjadi tidak wajar karena keringat itu justru mengucur sebab sosok raja hutan
yang melintas di ladangnya sebelum ia beranjak pulang.
“Tarcopat
hulala abang mulak1,” sapa Nurma, istri Daulay, saat melihat
suaminya itu sudah terduduk letih di kursi makan.
“Buat
jolo di au tes, manguas kulala2,” pintanya pada sang istri, Nurma
pun segera mengambilkan segelas air putih untuk suaminya itu.
Begitu air putih yang ia pinta
disodorkan oleh Nurma, Daulay langsung menenggaknya dalam satu tegukan saja.
Sembari meletakkan gelas di atas meja, tampak ia menarik nafas panjang. Tingkah
aneh suaminya itu tentu saja menimbulkan tanya di benak sang istri, tapi ia
belum berani bertanya.
“Ada kejadian ganjil apa di kampung
kita ini kau dengar, Nurma?” tanya Daulay pada istrinya setelah ia mampu
mengatur nafasnya kembali normal.
“Apa pulaklah bang, sama kayak yang
diberitakan di TV. Harga cabe naik, bawang naik,” jawab Nurma sekenanya.
“Alaklee
baya ... bukan itu. Kejadian ganjil yang membuat Oppui menunjukkan diri pada manusia,” keluh Daulay.
“Apa bang? pasuo abang dot oppui di kobun3?” tanya Nurma meyakinkan suaminya.
Tapi Daulay hanya mengangguk lemah,
bayangannya kembali menerawang pada kejadian sebelum plang ke rumah tadi.
Sedang Nurma tampak memikirkan jawaban dari pertanyaan suamiya tadi.
***
“Umak4,
kenapanya enggak boleh aku ikut ke kolam? Yang cantikan kata si Rahmad kolamnya
itu loo, Mak. Banyak orang dari kota bedatangan ke situ, karena ada itu aek milas5nya, Umak. Malulah
awak, orang sini enggak pernah mandi di situ,” Rasoki kembali melayangkan
rayuan mautnya pada Nurma.
“Udah Umak bilang tapi, kalo di kasih Ayah boleh. Tapi enggaknya berani
kau Umak tengok bilang sama Ayah,”
jawab Nurma menolak permintaan Rasoki.
“Umak,
percayanya Umak itu Ujing6Rina
margandat7 sama Ayahnya si
Khoir?” tanya Ipah tiba-tiba memecah kebisingan.
Nurma terdiam sejenak, “Darimana
pulak dapatmu cerita itu? Enggak boleh awak ikut-ikut cerita orang besar,”
hardik Nurma kemudian pada Ipah.
“Itu aja mak cerita kawanku di
sekolah. Sampek enggak mau lagi si Rani ke sekolah gara-gara diincaki8 orang di sekolah,”
jelas Ipah.
“Kok tau pulak anak-anak sekolah
cerita kek gitu? Pernah nampak orang itu rupanya?” Nurma tampak mulai
penasaran.
“Kan Ayahnya si Khoir yang punya
kolam itu, baru Ujing Rina kerja di
situ jaga karcis. Itulah, sering nampak orang di bonceng Ayah si Khoir Ujing Rina,” tambah Ipah.
“Cuma gara-gara itu aja? Kenapa
rupanya kalo dibonceng Ayah si Khoir, kan memang searah rumah orang itu,” sahut
Nurma pada cerita putri sulungnya itu.
“Enggaknya Umak, pernah dibilang si Rina samaku, masuk juga Ayah si Khoir ke
kamar rumah orang itu sama Umak,”
tambah Rasoki.
“Hussshhh... “ Nurma tampak
membentak Rasoki.
“Si Rinanya langsung bilangnya
samaku Umak,” Rasoki tampak menunduk,
menyesali ucapannya.
Ruang makan tempat ibu anak
berbincang itu seketika sepi. Semua tampak sibuk dengan fikirannya
masing-masing. Sementara Nurma teringat pertanyaan suaminya kemarin.
***
Tiga minggu
kemudian ...
Desa Hasundutan tempat keluarga
Daulay tinggal dikejutkan dengan meninggalnya seorang tetangga di tepi hutan.
Kejadian itu terasa begitu ganjil, sebab tetangga yang meninggal itu sudah tua
dan sejak lama tidak bepergian ke kebun apalagi sampai ke hutan. Pun dari
jasadnya ditemukan beberapa bekas cakaran, dan kaki sebelah kanannya putus dan
tak ditemukan sambungannya.
Orang-orang kampung mulai
berbisik-bisik bahwa kejadian ganjil itu pastilah ulah Oppui. Semakin lama bisik-bisik itu semakin rame, dengan
bertambahnya pengakuan dari beberapa tetangga yang rata-rata berprofesi sebagai
petani mengatakan akhir-akhir ini sering melihat jejak Oppui di kebun mereka. Daulay hanya mendengar bisik-bisik itu,
sedikitpun tidak ingin ia menambah keramaian di rumah duka dengan pengakuan
bahwa ia pernah berjumpa langsung dengan sosok yang sedang dibicarakan.
“Ma
huboto ma bang jawaban pertanyaan ni abang sakali i9,” kata
Nurma saat perjalanan pulang dari melayat.
“Pertanyaan
na dia?10”
“Kejadian ganjil di kampung kita,”
jawab Nurma antusias.
“Udahlah itu, enggak usah
diperpanjang,” Daulay tampak tak tertarik.
“Pengakuan dari anaknya langsung,
bang. Udah tau juga abang berarti?” Nurma tidak puas dengan tanggapan suaminya.
“Si laki-laki alak maradong11 di kampung ini. Dua-duanya udah
sama-sama menikah pulaknya. Apalagi si perempuan itu, parumaen nihalifah12 itu,” sahut Daulay.
“Tapi baru abang yang pertama kali
melihat langsung Oppui kan?
ceita-cerita orang tadi soalnya Cuma nampak jejaknya aja. Harusnya abang bilang
kalau abang udah jumpa sama Oppui,” Nurma
semakin geram.
“Biar apa? Orang lagi berduka,
lain-lain pulak cerita begitu,”jawan Daulay memberi alasan.
“Bang, pandokkon ni tobang-tobang najolo, anggo kaluar Oppui, apalagi sampe
diida halak partanda naso pade de i13. Abang kan tau?” Nurma
semakin kesal diboncengan Daulay. Tapi Daulay memilih diam.
“Pokoknya, kalau enggak cerita abang
sama hatobangon ni hutaon14,
jangan dulu pigi abang ke kebun,” kata Nurma kemudian, ancaman dengan iringan
sedih.
***
Tiga minggu
kemudian...
“Ganjil kali memang, enggaknya pernah tau aku pigiudak15ini ke kebun. Entah kenapa tadi pagi pigilah dia.
Rupanya takdirnya memang,” Hasibuan tampak membuka percakapan di antara para
pelayat.
“Gora do on di hita sudenya di hutaon16.
Udah taunya orang sekampung, entah sekecamatan, tapi enggak ada yang
bertindak,”
”Udah enggak cocok lagi rasa Oppui berarti,
langsung halifah nya dimakannya,”
Guntar tampak menelan ludah.
Tak jauh dari tempat itu, tampak gadis kecil menangisi si mayyit.
“Udah kubilangnya sama Oppung17
tadi pagi jangan pigi, ada harimau disitu. Tapi tetap pigi Oppung pulak,” racaunya di sela-sela tangisnya.
Di samping gadis berusia delapan tahun itu tampak ibunya memeluk,
bercucuram air mata tapi suaranya tak terdengar. Sementara tangan kirinya
mengelus perutnya yang sudah tampak mulai membesar.
Dari sudut lain, Ayah si gadis kecil itu duduk disamping Daulay. Raut
wajahnya menyimpan amarah dibanding duka atas kematian Ayahnya.
“Aku tau abang yang pertama kali melihat Oppui. Kemudian menyusul orang-orang melihat jejak kakinya, sampai Tulang18 Syamsudin meninggal
dimakannya di tepi hutan. Orang-orang mulai rame membicarakan keganjilan di
keluarga kami, Ayahku menutup telinga karena aku selalu saja membela istriku.
Sekarang abang lihat, istriku sedang mengandung, tapi aku sudah lama divonis
sakit, dan dapat kupastikan bayi dikandungannya bukan anakku,” sebuah pengakuan
yang membuat Daulay begitu ngeri. Tak terasa keringat dingin tiba-tiba
membasahi seluruh tubuhnya. Rasa cemas menghantuinya, bahkan lebih mengerikan
dibanding dia melihat langsung sosok raja hutan, si kucing raksasa itu.
***
Note:
1.
Rasanya
abang pulang lebih cepat
2.
Ambil
dulu air putih, haus kali rasanya
3.
Ketemu
oppui abang di kebun?
4.
Panggilan
untuk Ibu: mama
5.
Air
panas
6.
Tante
7.
Berpacaran,
menjalin hubungan cinta kasih di luar pernikahan
8.
diejek,
dibully
9.
Udah
tau aku bang jawaban pertanyaan abang kemaren
10.
Pertanyaan
yang mana?
11.
Orang
kaya
12.
Menantunya
Khalifah. Khalifah, orang yang dihormati karena ketinggian ilmu agamanya
13.
Kata
orang-orang tua dulu, kalau si Oppoi keluar, apalagi sampai menunjukkan diri
pada manusia, itu pertanda buruk
14.
Orang
yang dituakan di kampung ini: pemuka adat
15.
Paman:
sapaan untuk laki-laki dari Ayah
16.
Peringatan
ini untuk kita semua di kampung ini
17.
Kakek
18.
Paman:
sapaan untuk saudara laki-laki ibu
Cerita ini terinsprirasi dari sebuah mitos, pun
kepercayaan masyarakat terkhusus di wilayah kabupaten Padang Lawas, pun
keseluruhan wilayah Pulau Sumatera, tentang penampakan wujud harimau di hadapan
manusia sebagai pertanda ada sesuatu yang tidak beres dari tatanan norma kehidupan manusia. Di
Padang Lawas, harimau tidak boleh disebut terlebih di hutan. Jika ingin
menceritakan tetang si raja hutan ini harus menyebutnya dengan sebuatan
“Oppui”.
Tentang Penulis:
AnaNasiradalahnamapenadariNurhasanah.LahirseharisebelumperingatanproklamasiRIke-46,makasangatterlambatmenyadaribakatnyamengolahkata.Baginya,Menulistakhanyatentangmeluahkanyangmenyesakkanpikirandandada.Tapimemungkinkankeinginanberadadalambanyaktempatdalamsatuwaktu.Jangansungkanmenyapanyadi@ananasir4,ketikkansalammemaluiDM,tapijanganlupauntukterlebihdahulufollow.Jangantakut,diaramahtapipalingsusahjikadisuruhmenabung.
0 comments