Judul:
Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat
Judul
Asli: The Subtle Art of Not Giving F*ck
Penulis:
Mark Manson
Penerjemah:
F. Wicaksono
Penerbit:
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo)
Tahun
Terbit: 2018, cetakat ke-3
ISBN:
978-602-452-698-6
Tebal: 246 halaman
Sekilas
jika membaca judulnya, buku ini mungkin memberikan kesan tentang sikap
ketidakpedulian seseorang karena frasa Bodo Amat yang tercantum di dalamnya.
Umumnya, ungkapan tersebut menunjukkan sikap acuh tak acuh bagi sebagian besar
orang yang sering diucapkan ketika mereka merasa sudah tidak mau ambil pusing.
“Ah, bodo amat lah!”
Judul
yang unik memang kerap memancing rasa ingin tahu pembaca terhadap sebuah buku
dan Mark Manson berhasil melakukannya. Judul asli buku ini sebelum
diterjemahkan memang agak sedikit tabu. Namun, syukurlah, pemilihan judul edisi
terjemahan oleh penerbit rasanya sudah dengan pertimbangan yang banyak meskipun
tidak menggunakan makna asli yang sebenarnya. Sampul dengan desain sederhana
bisa jadi membuat orang bertanya-tanya, seni bersikap bodo amat itu yang
seperti apa, sih?
Berbeda
dari ekspektasi sebagian pembaca, buku ini justru tidak membahas sikap cuek
seperti ungkapan yang umum kita pakai. Masa bodoh yang dimaksud oleh Manson
adalah sikap ketika seseorang merasa nyaman saat harus berbeda. Menurut Manson,
kehidupan yang baik bukanlah kehidupan di mana kita memedulikan banyak hal,
tetapi tentang memedulikan hal yang sederhana, mana yang benar dan mendesak,
mana yang lebih penting. Skala prioritas setiap orang jelas berbeda-beda,
sehingga kita tidak mungkin bisa menggunakan standardisasi orang lain terhadap
diri kita sendiri.
“Kebahagiaan
itu masalah,” kata Manson. Menurutnya, kebahagiaan itu datang dari berhasilnya
seseorang dalam memecahkan masalah. Menghindar dari masalah atau merasa tidak
memiliki masalah justru akan membuat diri kita sengsara.
Kebahagiaan
membutuhkan perjuangan. Kebahagiaan tumbuh dari masalah. Jadi, jika Anda ingin
bahagia, berkubanglah dalam masalah, dan rela melakukan perjuangan yang
melelahkan. Jika Anda berpikir bahwa kenikmatan itu kebahagiaan, Anda salah.
Apa
yang menentukan kesuksesan Anda bukanlah, “Apa yang ingin Anda nikmati?”
melainkan pertanyaan, “Rasa sakit apa yang ingin Anda tahan?”
Jalan
setapak menuju kebahagiaan adalah jalan yang penuh dengan tangisan dan rasa
malu.
Membaca
buku ini mungkin saja memunculkan banyak sekali pertanyaan dan pro kontra bagi
pembaca. Mason mengajak pembaca untuk jangan berusaha mati-matian, padahal di
dalam Islam sendiri, kita dianjurkan untuk memiliki visi hidup dengan usaha
maksimal. Perihal hasil, biarlah Allah yang menentukan. Tetapi bagi Manson,
berlaku hukum kebalikan, semakin kuat kita berusaha merasa baik setiap saat,
kita akan merasa semakin tidak puas karena mengejar sesuatu hanya akan
meneguhkan fakta bahwa pertama-tama kita tidak baik-baik saja. Pengalaman
positif adalah sebuah pengalaman negatif, menerima pengalaman negatif adalah
pengalaman positif.
Berbeda
dengan kebanyakan buku pengembangan diri lainnya yang mengajak orang lain untuk
mengejar kesuksesan berupa kebahagiaan hidup atau bahkan pencapaian-pencapaian
dalam hidup, buku ini justru tidak mengajari kita tentang bagaimana cara
mendapat atau mencapai sesuatu, tetapi bagaimana cara berlapang dada dan
membiarkan sesuatu pergi.
Kalau dikatakan buku ini anti mainstream, ya, ada benarnya.
“Kesadaran
diri ibarat sesiung bawang. Punya banyak lapisan, dan semakin cepat Anda kupas
lapisan demi lapisan, Anda akan semakin cepat mulai menangis tanpa
disangka-sangka.” (halaman 82).
Peresensi: Evyta Ar
0 comments