Setiap
tahunnya, ketika Hari
Raya Idul Adha
mendatangi umat Islam, lumrah kita melihat pemandangan yang membuncahkan
perasaan mengharu biru hampir di seluruh penjuru wilayah Indonesia. Senyum
sumringah seorang ibu yang menenteng bungkusan berisi daging, Tawa lepas
anak-anak yang bercerita kepada teman-temannya tentang kupon daging yang mereka
terima, juga wajah-wajah penuh harapan para kepala keluarga yang dengan suka
cita membawa hasil keringat mereka membersihkan daging kurban. Bahan makanan yang biasanya seharga seratus
ribu lebih itu bisa mereka peroleh tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Dan itu
adalah rezeki dari Allah, kita perlu mensyukurinya.
Sebelum
masa pandemi di sekolah kami, murid-murid biasa membawa bekal makanannya
sendiri-sendiri. Setiap waktu istirahat, mereka akan duduk lesehan
bersama-sama, menikmati makanan yang sudah disiapkan oleh orangtuanya. Ketika
musim hari raya haji tiba, biasanya tiga hari berturut-turut kita akan melihat
lauk aneka masakan daging di tempat bekal mereka, seperti : rendang daging,
gulai daging, sup daging, atau daging sambal. Di hari keempat, lauk-lauk itu
berubah kembali seperti biasa, yaitu : telur dadar, telur mata sapi, telur
rebus, atau sekadar mie goreng sejuta umat.
Sebagian
kita mungkin tidak terlalu menganggap santapan daging itu menu istimewa. Namun,
ada sebagian yang lain makan dengan lauk daging itu adalah sebuah kebahagiaan
tak terkira. Kapan lagi bisa makan daging? Kalau bukan di saat menghadiri
undangan pesta pernikahan, maka Idul Adha lah saat yang paling dinantikan.
Kalau tidak, jangankan daging, membeli sekadar lauk ikan saja mungkin
membutuhkan perjuangan yang lumayan berat. Tahu dan tempe yang bisa dibeli
dengan beberapa lembar uang seribu perak umumnya lebih sering menghiasi meja
makan keluarga dengan taraf hidup di bawah pendapatan rata-rata.
Saat
hari raya kurban tiba, sebagian besar masyarakat kita ikut berbahagia
menyambutnya. Kupon-kupon kurban dibagikan ke seluruh rumah yang ada di sekitar
lokasi kurban. Kaya, miskin, agama apapun, semua turut mendapatkan bungkusan
daging kurban tanpa terkecuali.
Di
tengah-tengah masa pandemi begini, daging kurban memiliki arti yang berbeda
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bisa jadi ia lebih dinanti-nantikan.
Kesulitan finansial yang dihadapi banyak keluarga selama pandemi beberapa bulan
terakhir memang menimbulkan perubahan pada prioritas kebutuhan. Banyak orang harus menurunkan
standardisasi hidup agar mencukupi
kebutuhan setiap anggota keluarganya. Biasanya, kita sering membeli daging. Dengan kondisi saat ini, terpaksa kita menahan
diri untuk berhemat. Bahkan keluarga yang kesulitan untuk membeli lauk,
ternyata semakin lebih sulit
lagi untuk membelinya.
Sehingga mereka berpikir ada beras saja, bagi mereka sudah sangat disyukuri.
Maka,
kehadiran Idul Adha dengan daging kurbannya yang dibagi-bagikan akan mengobati
sedikit kesedihan hati masyarakat yang sedang mengalami kesulitan. Ada
kebahagiaan di hati mereka saat menanti daging-daging terhidang dengan asap mengepul.
Aroma bumbu rendang, gulai, atau sup menggugah selera tercium dari menu-menu
yang telah terhidang.
Pemandangan ini begitu indah bila dilihat. Demikian pula hari raya akan semakin dinikmati dengan rasa syukur dan taat kepada Yang Maha Memberi Rezeki maka daging dari hewan-hewan yang dikurbankan oleh orang-orang ikhlas menjadi penuh makna bagi kemanusiaan. Tidak hanya itu saja, semua itu akan menjadi penuh keberkahan bagi banyak orang. Sehingga di masa pandemi ini, daging kurban tetaplah menjadi sebuah daging yang penuh berkah bagi orang yang berkuban maupun yang menerima kurban.
Tentang Penulis Evyta Ar adalah seorang blogger, penikmat buku dan pecinta hijau.
0 comments