Bisa bergabung dengan orang-orang
yang memiliki passion sama dengan kita dalam satu komunitas, menjadi
salah satu hal yang menyenangkan, sekaligus sebagai pelepas penat di tengah-tengah
kesibukan sehari-hari. Mulai dari bersepeda, bercocok tanam, berwirausaha, main
game, hingga menulis.
Ada banyak komunitas menulis di
Indonesia, salah satunya yaitu Forum Lingkar Pena (FLP) . Komunitas yang
didirikan pada 1997 ini, sudah memiliki banyak cabang di seluruh Indonesia,
bahkan internasional, seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Kairo dan beberapa
negara lainnya.
Profil kali ini, mengangkat sosok
wanita muda yang pernah menjabat sebagai ketua FLP Wilayah Sumut selama 4
tahun. Bukan masa yang pendek ya. Ialah Dyah Ayu Ardiyanti, atau yang akrab
dipanggil Kak Dyah. Wanita kelahiran 23 Juli 1980 ini menjabat sebagai ketua
FLP Sumut pada tahun 2003 – 2007. Kala itu ibu 4 anak ini masih kuliah dan
bekerja juga. Tetapi meski hari-harinya cukup sibuk, waktu akhir pekan ia
manfaatkan untuk berkontribusi di FLP. Kesukaannya pada menulis mengantarkannya
bertemu dengan orang-orang yang suka menulis dan tentunya membaca. Kak Dyah
sendiri tulisannya pernah dimuat di majalah Annida pada 1999 berupa cerpen.
Pernah aktif di komunitas penulis
tentu memberi banyak pengalaman berharga bagi wanita berdarah Jawa ini.
“Bertemu dengan pendiri FLP seperti Bunda Helvy, Mbak Asma, juga belajar banyak ilmu menulis dari para sastrawan
senior Medan,” jelas bungsu dari tiga bersaudara ini.
Hal menarik lainnya dan menjadi yang paling berkesan baginya selama di FLP adalah saat ia membuka Taman Baca Rumah Cahaya atau yang lebih dikenal dengan nama Rumcay. Rumcay menjadi salah satu daya tarik keberadaan FLP Sumut bagi masyarakat sekitar. Kak Dyah beserta pengurus lainnya berupaya optimal agar Rumcay bisa dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar. Disediakan ruang khusus dengan berbagai buku bacaan, mulai dari untuk anak-anak hingga dewasa.
Tidak hanya sampai disitu, pengurus kala itu juga membuka jam khusus
untuk mendongeng, belajar mengaji hingga diskusi soal pelajaran di sekolah.
Makin ramailah rumcay saat itu. Dan masyarakat tentu menyambut baik kehadiran
Rumcay. Mereka senang melihat anaknya membaca buku, mendengar dongeng atau
belajar mengaji daripada bermain sepanjang hari. FLP seperti lentera di tengah masyarakat yang
notabenenya memang ekonomi menengah ke bawah.
Setiap organisasi pasti memiliki
kendala, tetapi itu adalah hal yang biasa bagi Kak Dyah. Owner Kolam Renang
Muslimah Alifa ini, tetap konsisten untuk aktif di FLP, terbukti saat ia mampu
menghidupkan kegiatan di FLP Sumut lewat Rumcay. Selain menghidupkan Rumcay,
berbagai kegiatan menulis seperti pelatihan menulis, bedah karya rutin
dilaksanakan dua minggu sekali. wanita
yang senang jalan-jalan ini juga sempat menghadiri beberapa event nasional dari
FLP seperti Munas FLP pada 2005 di Yogya dan Temu FLP se-Sumatera di Padang,
bersama dengan beberapa pengurus lainnya.
FLP sendiri dibangun dengan 3 asas utama, yaitu kepenulisan, keislaman dan keorganisasi. Maka dari ketiga pilar tersebut, diharapkan kehadiran FLP menjadi komunitas yang bermanfaat untuk sekitar. “Semoga kehadiran FLP bisa memberi manfaat lebih luas, tidak hanya keterampilan dalam literasi baca tulis untuk diri sendiri, tetapi juga untuk sekitar,” pesan suami dari Hasri Hamdani ini.
0 comments