BLANTERWISDOM101

Puisi: Kumpulan Puisi Ade Prawidya

Sabtu, 27 Juni 2020
Ilustrasi

Jeruji  Jarak

Ragaku seperti mati

tertusuk rindu yang terhalang jeruji

bayangmu kerap hadir dalam imajinasi

sampai aku melukiskannya dalam hati

 

Apakah kau mengerti

Rindu selalu menggerogoti hati

Tanpa tau cara menghentikan yang tak pasti

Mungkin hadirmu adalah penyembuh sakit ini

 

Ingin sekali melihat senyum kecilmu tak dari ilusi

Hingga akhir mengalahkan awal pertemuan hari

Tak pernah ada kata bosan untuk selalu memikiri

Hanya jeruji jarak sebagai penghalang pertemuan kini

Namun tidak dengan hati

 

Angan dan ilusi

Terperangkap menjadi tak berarti lagi

Aku berlari ingin mencari kau dari sini

Namun kau terlalu jauh untuk ku miliki

 

Biarlah aku dan anganku bersujud dalam tangis

Semoga terjadi sebuah pertemuan manis

Lentera dan cawan yang kita miliki

Hanya terhalang dan terpisah oleh jeruji

 

Pematangsiantar, 23 Juni 2020

 

Biku Imaji Dalam Ilusi

 

Gemerlap kata dalam pijakan

Tusukan itu begitu hebatnya

Mendalam tajam tanpa ada pijaran

Melonjak keujung tak ada batasnya

 

Centangnya berubah menjadi hitam

Bak rasa hilang yang pernah mendalam

Dekapan angan hanya sepanjang gumam

Tiada gelombang kembali suram

 

Air beku berwarna pelangi

Ingin henti tuk mencari lagi

Tak ada kalimat yang terjadi

Karena tinta sedang di adili

 

Kini riuk kata sedang kau nanti

Saat berjalan dalam rubuhnya ilusi

Kau mulai tersadar itu hanya imajinasi

Mengalahkan langkah yang sekejap mati

 

Berpikir slalu berpikir lagi

Melawan otak penuh imajinasi

Protes dalam kata tak bermakna

Melihat mereka sekedar tertawa

 

Tak ada gelik menggelitik

Slalu terlontar suara kritik

Andai aku menggenggam sebuah pemantik

Mematikan omong sang peracik


Pematangsiantar, 23 Juni 2020

 

Pandemi Lawan Bersinergi

 

Sebagian orang penuh resah

Sebagian orang hanya biasa saja

Sebagian orang mengikuti anjuran pemerintah

Sebagian orang hanya mengabaikan perintah

 

Seluruh dunia bertumpahan air mata

Tanpa meneteskan sekucur darah dari raga

Melihat mereka yang terjatuh tiba-tiba

Pergi menemui sang kuasa

 

Tak bisa melawan hanya bisa pasrah

Hanya dapat menghindar dan mencegah

Ayolah manusia bersama sama kita semangat melawan wabah

Meski jarak menjadi solusi bukan dengan amarah

 

Usaha dan doa selalu menjadi kekuatan kita bersama

Tidakkah kau kasihan melihat mereka mati tiba tiba

Tidakkah kau kasihan melihat mereka banyak yang meronta

Karena semua adalah kehendak sang kuasa

 

Para medis tak bisa pulang ke rumah

Tak bisa memeluk menemui sanak saudara

Begitu pula dengan kita kebanyakan hanya bisa pasrah

Apalah daya kita dan dunia yang sedang di uji sang Maha kuasa

 

Pematangsiantar, 23 Juni 2020 

 

Aku sang Jurnalis

 

Kau sebut apa aku

Kau selalu saja menatapku

Kau selalu saja ingin membungkamku

Kau selalu saja ingin menyuapku

 

Kau sebut apa aku

Kau selalu saja menghinaku dari hasil tulisanku

Kau selalu saja mengkritikku

Kau selalu saja ingin mematikan segala niat baikku

 

Jurnalis, itu lah profesiku

Aku hanya penyambung lidah dari setiap rakyatmu

Kau bahkan tak pernah terima kritikan tentang dirimu

Uangmu tak layak untuk membungkamku

 

Aku selalu terlindung oleh hukum yang mengatur profesiku

Menjalankan setiap tugas kode etik persku

Tak akan melebihi batas dari setiap tulisanku

Tak akan ku tambahkan opini kebencianku

 

Mengapa kau tetap saja ingin lari dariku

Aku hanya ingin sedikit bertanya tentang dirimu

Aku hanya ingin bertanya tentang keadilan terhadap rakyatmu

Aku pun hanya memberitakan keadaan rakyat kecilmu

 

Tidak jangan lagi kau ingin membungkam tulisan ini

Kita sudah lama reformasi

Pikiranmu tetap saja tak berevolusi

Tetap kau jalankan ego pribadi

 

Aku sang jurnalis, hobiku hanya menulis

Masa ini yang membuat kita menangis

Karena ulah seorang yang apatis

Tapi semangat, menghilangkan sedih yang tak pernah jadi historis

 

Itu semua karena kita tak pernah melewati garis

Karena kita adalah seorang jurnalis

Menyebarkan pergerakan melalui tulisan manis

Aku bangga menjadi sang jurnalis

                       

Pematangsiantar, 23 Juni 2020

  

Merasuki Jiwa Fatamorgana

 

Sang kelana tetap berjalan dalam aspal hitam

Berbau menyengat, menempel pada sepatu biru

Bercerita mengapa kulitnya berubah merah legam

Cerita sang kelana penuh dengan haru

 

Apa yang sebenarnya hendak kau cari

Sepatu biru bahkan ikut bercerita

Sang kelana tak memiliki pikiran pasti

Aspal hitam menjadi bukti mereka

 

Ruang hitam sang kelana masuki

Sepatu biru tak ingin mengikuti

Haru sangat terjadi pada mata hati sang kelana

Poster buruk terlihat tak lagi rapi

 

Aspal hitam terus saja menuntun sang kelana

Hingga akhir memasuki jiwa fatamorgana

Sepatu biru ingin menyadarkannya

Pikiran mulai beradu, khayalan mulai memasuki raga

 

Fatamorgana membuatnya terlena

Tak sadar dosa terhadap sang pencipta

Sepatu biru tak berhasil menyadarkannya

Fatamorgana membuatnya buta

 

Terlena sudah, tak ada lagi ruang untuk sebuah pikiran

Terbuang sudah, sepatu biru yang menjadi saksi bisu

Terperangkap sudah, fatamorgana meracuni pikiran

Terjatuh sudah, hela nafas terhenti raga kaku menjadi abu

 

Pematangsiantar, 23 Juni 2020

Share This :
FLP Medan

Salam kenal, ini adalah website resmi FLP Medan, sebuah organisasi kepenulisan terbesar yang berasaskan keislaman, kepenulisan, dan keorganisasian.

0 comments