BLANTERWISDOM101

Opini: Al-Qur'an dan Hadits Sebagai Solusi untuk Membentuk Keadilan yang Sesungguhnya

Sabtu, 20 Juni 2020
Ilustrasi

Membahas tentang keadilan memang tidak ada habisnya. Tragedi keadilan seakan semakin menunjukkan eksistensinya dalam mewarnai wajah hukum terutama di Indonesia. Banyak sekali kasus yang kita lihat dalam berita yang menunjukkan akan ketidakadilan yang ada di negeri ini. Keadilan menjadi syarat mutlak dalam hubungan antar manusia, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Besarnya tuntutan akan keadilan yang akhir-akhir ini merupakan tuntutan normatif. Tuntutan tersebut muncul pada semua tingkatan kehidupan sosial. Apakah ini indikasi bahwa sekarang tidak ada keadilan? Bila memang demikian keadaannya, mengapa selama ini kita bisa bertahan?.

Masalah yang sesungguhnya bukan ada tidaknya keadilan tetapi lebih dikarenakan formulasi keadilan. Mengapa? Keadilan dapat dilihat dari berbagai sudut. Pada tingkatan moral, keadilan menjadi nilai yang sangat dijunjung tinggi oleh segenap lapisan masyarakat. Pada tingkat operasional di dalam masyarakat masalahnya menjadi sangat kompleks dan sulit serta sering tidak mudah diterima oleh berbagai kalangan masyarakat. Pada tingkat individu, keadilan juga sulit diformulasikan. Makin sulit menemukan orang yang benar-benar memegang keadilan sebagai nilai kehidupan dan moralitas yang dijunjung tinggi.

Di sini penilaian keadilan tidak hanya tergantung pada besar kecilnya sesuatu yang didapat (outcome), melainkan dilihat dari cara menentukannya dan sistem atau kebijakannya. Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan adalah keadilan yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional sedangkan dititik lain dipahami secara rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim tersebut.

Banyak sekali teori yang dmunculkan dari para pemikir filsafat contohnya Aristatoles, John Rawls, Hans Kelsen dan pemikir lainnya yang sudah penulis rangkum. Aristoteles menegaskan bahwa keadilan adalah inti dari hukum. Baginya, keadilan dipahami dalam pengertian kesamaan, namun bukan kesamarataan. Membedakan hak persamaannya sesuai dengan hak proporsional. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah dilakukannya. Arietoteles juga membedakan dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Sedangkan keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya.

 

John Rawls dengan teori keadilan sosialnya menegaskan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. John Rawl terhadap konsep “posisi asali” terdapat prinsip-prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat universal, hakiki dan kompitabel dan ketidaksamaan atas kebutuhan sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu.

Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Sebagai aliran positivisme mengakui juga bahwa keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan umum adalah “adil” jika ia benar-benar diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa.

Sesungguhnya para pemikir di atas sudah tertuang semua di dalam Al- Qur’an dan Hadits yang merupakan kitab suci dan pegangan umat Islam. Dimana Islam memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbuat adil atau menegakkan keadilan pada setiap tindakan perbuatan yang dilakukan. Dalam QS An-Nisaa ayat 58 yang artinya sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha mendengar dan Maha melihat.  Dan di dalam hadist telah disebutkan tentang konsep keadilan misalnya keadilan dalam pendidikan Nabi Muhammad SAW bersabda: Tholabul ilmi farîdhotun 'alâ kulli muslim. (HR. Ibnu Majah).

Konsep keadilan di dalam ayat Al-Qur’an dan Hadist menyuruh kita untuk berbuat adil dalam sesama. Adil dalam arti sempit adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Seandainya di negara kita terjadi pemerataan keadilan maka penulis yakin tidak akan terjadi protes yang disertai kekerasan, kemiskinan yang berkepanjangan, perampokan, kelaparan, gizi buruk dan lain-lain. Untuk itu, keadilan wajib ditegakkan, di dalam maupun di luar wilayah pradilan. Karena memberikan keadilan kepada yang berhak menerima merupakan sebuah amanah ynag wajib dijalankan.

Untuk itu sebagai penegak hukum memberikan keadilan kepada yang meminta keadilan merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan, amanah yang tidak dijalankan merupakan sebuah kezaliman. Karena kaki dibalas dengan kaki, tangan dibalas dengan tangan dan nyawa dibalas dengan nyawa. Demikianlah Islam menghendaki agar supremasi hukum benar-benar ditegakkan. Upaya penegakan hukum tidak pernah pandang bulu, pemberlakuannya harus objektif bukan subjektif. Dengan kata lain objektivitas di depan hukum berarti menganggap setiap orang siapapun ia dan apapun jabatannya akan selalu sama di hadapan hukum. Bukan sebaliknya, bersifat subjektif. Dengan kata lain hukum akan tergantung pada siapa orangnya dan apa jabatannya. Jika orang yang melakukan kesalahan rakyat biasa maka hukum cepat ditegakkan, sebaliknya jika yang melakukan kesalahan adalah orang-orang yang berpengaruh, maka hukum dapat diatur sesuai dengan kepentingan mereka. Keadilan di depan hukum mutlak diperlukan karena dengan itu setiap orang akan merasa terlindungi meskipun berasal dari status sosial yang rendah.

Dengan menegakkan sesuai yang ada di dalam Al-Qur’an penulis yakin akan terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang mengamalkan pedoman utama bagi kita dalam menjalani hidup yang fana ini dan signifikan dalam memelihara keseimbangan masyarakat dan dapat menjamin kesejahteraan antar umat beragama di dunia.


BIODATA PENULIS

Rizky Ananda Hasibuan.. Dilahirkan di Air Joman, Kabupaten Asahan,Pada tanggal 28 Agustus 1999. Menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 018446 Tanjung Alam pada tahun 2011, MTsN Kisaran tahun 2014, MAN Kisaran pada tahun 2017 dan melanjutkan S1 Jurusan Fisika prodi Pendidikan Fisika di Universitas Negeri Medan sejak Tahun 2018 sampai sekarang.

 

Share This :
FLP Medan

Salam kenal, ini adalah website resmi FLP Medan, sebuah organisasi kepenulisan terbesar yang berasaskan keislaman, kepenulisan, dan keorganisasian.

0 comments